Posted by : Agus Nirwana Rabu, 03 Februari 2016

||Mas Nirwana Blog|| ||Powered by Mas Nirwana Foundation||
||Contact us: FacebookTwitterG+||
Hello sobat Nirwana Blog, hari ini saya akan membagikan sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata tapi ada beberapa yang sengaja saya samarkan demi melindungi privasi dan menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Kalau agan mau nangis ya jangan malu-malu yaaaa...hehehe. Tapi kalau gak pingin nangis ya jangan dipaksakan oakaaiii??? Berikut ini langsung saja disimak gan....mariii...

 Aku adalah seorang anak dari pasangan suami istri, Aman dan Susi, aku mempunyai  9 orang saudara, 6 laki-laki dan 3 perempuan. Berikut ini kisah dan perjalanan hidupku hingga bisa kuliah, dengan kehidupan keluarga yang serba kekurangan.
Namaku Siti Aminah biasa dipanggil Siti, aku lahir tanggal 15 Februari 1994, aku anak ke enam dari 10 orang bersaudara, aku lahir dari keluarga yang hidup serba kekurangan, waktu kecil aku sering ditinggalkan ibuku di rumah, ibuku sering bepergian ke tempat kakak ku di kota, aku terbiasa dari kecil menjalani kehidupan yang seharusnya belum dikerjakan oleh kebanyakan orang seumuranku, dari kecil aku sudah mulai bertanggung jawab terhadap adik-adikku yang kecil ketika ibu pergi ke tempat kakakku, dari kecil aku sudah belajar banyak dari keadaan orang tua ku, karena kehidupan keluarga yang seadanya, aku berpikir untuk lebih baik, dari kecil aku sudah mulai memikirkan bahwa aku akan berusaha agar kehidupan nantinya lebih baik, pada umur tujuh tahun aku masuk SD, jarak SD dari rumahku kira-kira 2 km, tiap pagi dengan semangat yang tinggi untuk sekolah dan menjadi  pintar aku bergegas pergi ke sekolah, dengan uang belanja seadanya. Aku lalui masa SD ku dengan penuh rasa percaya diri,semangat dengan cita-cita yang telah aku impikan.  Semasa SD aku selalu menjadi murid yang mendapatkan juara di kelas, aku duduk di kelas tiga Pada kelas 3 SD ini, aku sudah mulai berjualan keliling kampung, pagi hari sebelum sekolah menjual goreng pisang, dan siang sepulang sekolah sampai sore aku dagang sayur dan makanan yang dimasak oleh ibuku. Setiap hari ke sekolah aku membawa dagangan ibuku yaitu kacang kedelai, jagung, dan kacang tanah. Pengalaman pahitku, waktu duduk di kelas 3 SD seorang temanku merobek buku tulisku satu-satunya, jujur itu membuat ku sedih karena aku tidak punya buku selain itu, dan orang tua ku tidak punya uang untuk membelikan aku buku tulis baru. Entah kenapa semasa aku sekolah hingga sekarang ekonomi keluarga ku memburuk, saat buku saya dirobek oleh temanku itu yang terpikir di benakku apa nasib ku akan sama dengan kakakku yang hanya tamat SD, tapi itu bukan kesalahan orang tuaku karena saat mereka bukan orang tua ku yang tak mau menyekolahkan aku, tapi karena mereka tidak mau sekolah.
Dari kelas tiga SD ini aku mulai berpikir, bahwa aku takkan keluar dari sekolah itu sebelum dapat ijazah, aku akan buktikan kepada orang tua ku, orang yang meremehkan aku, bahwa aku juga bisa sekolah seperti mereka yang mencoba mematahkan semangat ku untuk bersekolah, aku mulai berjanji pada diriku saat itu, karena salah seorang kakakku berhenti sekolah saat baru menginjakkan kaki di kelas 3 SD.
Kulalui hari-hariku seperti biasanya, aku bersekolah layaknya anak-anak lainnya, walaupun buku tulisku satu-satunya dirobek oleh temanku, hingga aku naik ke kelas 4SD, semester awal kelas empat SD aku diikutkan untuk ikut lomba cerdas cermat,dan aku menjadi juara kelas saat itu, ceritaku dari kelas 4 SD mungkin sama hingga aku menduduki bangku kelas 6 SD, pengalaman pahit kelas Enam SD ini, aku dihina oleh Wali kelas ku sendiri, aku murid dari keluarga yang hidup seadanya di bandingkan dengan murid yang orang tuanya PNS, waktu itu aku belum punya sepatu baru untuk sekolah, sepatu lamaku robek  dan tidak bisa dipakai lagi, aku sekolah memakai sandal, karena hari pertama dan orang tuaku belum punya uang untuk membelikanku sepatu baru, aku berusaha sabar waktu itu walaupun akhirnya air mataku pun tak terbendung lagi. Aku menangis di hadapan teman-temanku, dan waktu itu aku disuruh berdiri di depan kelas dan bapak itu membandingkan pakaianku dengan murid yang orang tuanya PNS, tapi tidak apa-apa walaupun awalnya sedih akhirnya saya bisa terima jika saya dihina dengan pakaian saya seperti ini, saya janji tidak akan dihina lagi jika saya menjadi murid Cerdas dan aku buktikan itu, ketika bapak itu memberikan soal matematika sebanyak 15 soal dan semuanya pakai jalan dan waktu mengerjakannya ditentukan aku memperoleh peringkat 1 tercepat dan menjawab benar.
Semester 2 ibu aku pergi ke Jakarta, dan aku juga mulai sekolah sore, aku tinggal di rumah dengan ayah, dua orang adik, dan 1 kakak laki-laki di atas ku, ayahku sudah mulai sakit-sakitan karena ayah menderita magh kronis dan reumatik, ayahku sering tidak bisa jalan, kakakku terpengaruh lingkungan, dia berubah dan bersikap kasar, sering tidak pulang ke rumah, dan melawan kepada orang tua. Adikku yang masih kecil berumur 4 tahun dan 6 tahun waktu itu, tiap hari sebelum berangkat sekolah aku memasak, memandikan adik-adikku, setelah semuanya beres aku berangkat sekolah, di sekolah ku lalui hari-hariku seperti biasa, aku belajar, walaupun aku terkadang tidak punya uang jajan ku tetap sekolah belajar, uang jajan tak jadi masalah buatku asalkan aku bisa belajar dan sekolah. Sepulang sekolah aku masak, jemput air, dan membersihkan rumah. Semua ku lalui dengan senang hati, malam hari sebelum belajar kuajarkan adik-adikku membaca Al-Qur’an, selesai mengajarkan adik-adikku ku belajar dan membacakan buku buat ayahku. Semua ini tak menjadi beban sedikit pun buat ku.
Pertengahan semester 2 ibuku pulang dari Jakarta, pekerjaan rumahku mulai ringan dan aku bisa membantu pekerjaan lain dari ayahku, aku tidak punya sawah tapi kami mengerjakan sawah milik orang dengan catatan hasilnya dapat dibagi 3 nantinya, ayahku dan ibuku menerima saja apa yang ditawarkan asalkan kami sekeluarga bisa makan, dan tidak membeli beras, karena begitu sulitnya jika kami harus membeli beras, lima orang kakakku yang sudah besar pun mengalami perubahan pada pola pikir dan tingkah lakunya, dia sudah mulai tidak acuh keluarga, karena mereka bisa cari uang dan cari makan sendiri.
Akhirnya saat ujian nasional pun datang, saya melewati ujian nasional, dengan menginap tidur ditempat teman, karena begitu jauh jarak antara sekolah tempat ujian dengan rumahku, aku memulai ujian nasional saat itu dengan penuh percaya diri karena sebelumnya aku mengikuti pelajaran dengan serius, sehabis ujian juga terjadi kontroversi dengan guru, kenapa saya tidak memberikan contekkan saat ujian, aku katakan saja kita sama belajar, aku mau memberikan contekkan asal jangan semua jawaban aku disalin, ini juga menjadi permasalahan.
Selesai UN dan libur, saatnya bagi anak-anak SD untuk melanjutkan ke tingkat SLTP dan sebelumnya kami dikumpulkan di sekolah untuk mengambil SKHU dan Ijazah, waktu pengambilan SKHU dan Ijazah aku dilihat sangat lama oleh Guru yang menghinaku, aku gak tau apa yang dipikirkan bapak itu saat menatapku, entah penyesalan entah rasa benci. Yang pasti saat itu aku sudah memaafkan.
Aku mulai mendaftar ke MTsN Tiku, sekolah yang kuinginkan saat itu, saat itu aku tak punya niat untuk sekolah ke tempat lain, bagiku saat itu MTsN Tiku adalah yang paling terbaik di tempatku, ku mulai mengisi berkas, mengantarkan berkas, mengikuti tes, dan akhirnya ada pengumuman diterima atau tidaknya, aku lulus dan diterima tapi ibu ku tidak mengizinkan aku untuk sekolah, aku waktu itu sangat cengeng aku menangis, dan akhirnya aku tetap di sekolah kan di sana, walaupun aku hanya diberi uang jajan Rp. 1000, aku senang masih bisa sekolah.
Aku lewati masa-masa MOS dengan sangat serius hingga aku lulus menjadi Murid MTsN Tiku. Masa-masa awal sekolah hal yang sangat menyenangkan, pagi hari kuawali dengan berjualan goreng sebelum sekolah. Dan aku hanya punya uang jajan 1000 sedangkan untuk sarapan 2000, di sekolahku tidak beli sarapan, di rumah pun tidak sarapan, karena rumah tempat keluargaku tinggal belum masuk listrik, hingga saat ini, dan makanan sore pun sudah habis sore, jadi ke sekolah pagi tak ada sarapan, walaupun hanya dengan  nasi putih yang sudah dingin, terkadang ke sekolah juga tidak ada ongkos dan akhirnya aku harus jalan kaki ke sekolah, ku jalan kaki ke sekolah tanpa sarapan belanja di sekolah juga tidak ada, aku tidak tau kenapa aku bisa lewati semuanya dengan  baik. Dan aku sering di suruh berdiri di depan kelas setiap hari sabtu, karena aku tidak punya seragam pramuka, sehingga semester 1 kelas 1 ini, aku sering disuruh berdiri didepan kelas, dan pada akhirnya seorang guru berbaik hati kepadaku dan memberiku seragam baju pramuka.
Itu hal yang ku lalui pada pagi hari dan siang hari, sore hari jam 5 aku sampai di rumah, dan langsung membantu ayah di sawah, aku tidak pernah malu walaupun aku perempuan dan bekerja di sawah, walaupun  orang seumuranku tidak melewati harinya dengan pekerjaan seperti yang aku lewati. Sepulang di sawah mandi, kemudian makan, dan aku pergi ke masjid, saat itu aku menjadi guru mengaji sukarela di salah satu mushalla. Aku mengajar mengaji mulai dari jam 7 sampai jam 9 malam, sepulang mengaji aku belajar di rumah, aku paling suka belajar bahasa arab, aku belajar bukan dengan lampu listrik tapi LAMPU. Pagi aku bangun dan hari-hariku, kulewati seperti biasanya.
Kelas 2 MTsN, ayah menanam sawit di sekeliling rumah, beli bibitnya sangat jauh dari rumah menuruni lembah dan mendaki bukit, aku bekerja menolong orang tuaku, tiap hari ku membantu ayahku membawa bibit sawit hingga aku menanam dan merawat, sekali dalam 2 bulan aku disuruh ayah untuk melakukan penyemprotan terhadap tumbuhan hama di sekeliling sawit, karena rumahku jauh dari sungai aku harus menuruni bukit untuk mengambil air. Tapi ini tidak masalah, soalnya ini bukan untuk ayah atau aku, tapi ini untuk keluarga aku.
Kelas satu MTsN, ku lewati dengan semangat, sekarang aku sudah duduk di kelas 2 aku masih melewatinya dengan baik, pada kelas 3 MTsN, aku yang dulu terkenal siswa pendiam di kelas, menjadi siswa yang terkenal di sekolah karena, waktu mengikuti ujian bahasa arab, aku memperoleh nilai tertinggi, wow amazing, siswa yang juara umum saja mau berteman dengan ku, menjadi satu kebanggaan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata saat itu. Temanku mulai banyak, setiap pulang sekolah aku berjalan kaki, walaupun sesampai di rumah sering mendapat marah dari orang tua, kenapa pulang telat, karena aku gak punya uang buat ongkos, tapi tidak masalah bagiku, marah orang tua itu, karena mereka sayang kepadaku. Di kelas 3 aku terkenal murid yang lumayan aktif, aku sering disuruh tampil pas upacara, pas pidato, satu hal yang tidak bisa aku lakukan aku tidak bisa menyanyi dengan baik, senangnya lagi aku disuruh membaca Al-Qura’an saat acara pagelaran seni kelas tiga saat itu. Seusai pagelaran tiba saat nya mengikuti ujian nasional. Ujian nasional sedikit membuat deg-degan juga.
 Selesai ujian nasional, aku libur, dan saat libur aku berlibur ke Pekanbaru, disana ada saudara ayahku, aku disana kira-kira satu minggu, dan sepulang dari sana pengambilan SKHU dan Ijazah mulai, dan aku mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, aku mengingin sekolah di MAN koto baru padang panjang dan SMK N 2 Pariaman, tapi tidak kesampaian sedikitpun, dan akhirnya aku memutuskan untuk Mendaftar bersekolah di SMK N 1 Lubuk Basung dan SMA N 1 Tj. Mutiara, aku mengikuti tes di SMK N 1 Lubuk Basung, dan setelah mengikuti tes, aku mendaftar di SMA N 1 Tj. Mutiara, dan aku diterima di SMKN 1 Lubuk Basung, dan pada pendaftaran awal aku nomor 145 tapi setelah tes tertulis aku dapat peringkat 5, aku memutuskan untuk sekolah disana, dengan jurusan Akuntansi, tapi ibu melarang, karena saat itu benar-benar tak ada uang, dan aku nangis lagi, aku berusaha mengatakan kepada ayahku, karena ayahku sangat mendukung mengenai pendidikan  aku dibolehkan sekolah di sana, dan membayar uang masuk kuliah sebanyak 800 ribu, dan aku diberi dasar baju buat seragam sekolah dari sekolah,  karena marahnya ibu saat itu, ibu tidak mengizinkan aku untuk sekolah, ibu tidak membantu aku untuk mencari kos dan mengantarkan aku, saat itu  aku pergi ke kos ku hanya membawa sehelai tikar, dan satu bantal, dan baju sekolah, serta beberapa helai baju ganti.
Pertama kali, untuk dapat menjadi siswa di SMKN 1 Lubuk Basung, aku harus melewati masa MOS, yang pada masa MOS itu kita harus bisa aktif dan bersikap baik, agar tidak di kerjai senior, tiga hari melewati masa orientasi siswa kulalui dengan baik, tiba saatnya acara perpisahan MOS, aku tidak bisa ikut, karena aku cuma bisa bayar ongkos dan tidak ada uang sisa untuk belanja, jadi waktu itu pergi atau tidaknya perpisahan MOS, tetap bayar ongkos, akhirnya aku bayar saja ongkos.
Minggu pertama sekolah setelah melewati masa MOS, semua siswa telah sekolah seperti biasanya, rasa senang dan bangga bercampur aduk, karena lima dari kakakku tidak sampai SMA, dan aku sekarang sudah duduk di SMA, bukan SMA juga tapi SMK dengan jurusan Akuntansi  yang aku minati dari awal jika aku masuk SMK. Boleh dikatakan saat baru masuk SMK aku ini perempuan yang sangat cengeng, karena setiap apa yang kurasakan saat itu, aku selalu menangis, hampir setiap malam, saat itu aku iri sama temanku yang 1x dalam 3 hari orang tua selalu datang ke kos, sedangkan aku jangan untuk datang ke kos, mencari tempat tinggal pertama kali, dan mengantarkan barang-barang keperluanku untuk sekolah, orang tua aku hampir tidak tau, tapi aku tetap jalani masa-masa semester 1 di kelas X Akuntansi 1, senang rasanya aku mendapatkan teman-teman yang baik sekali.
Kebiasaan aku semasa SMK mulai berubah, aku memiliki teman lelaki lebih banyak daripada teman perempuan, karena saat itu aku berpikir bahwa perempuan itu suka bergunjing dan akhirnya, di kelas aku duduk dengan seorang teman laki-laki, kebetulan teman laki-laki ku itu juga punya prinsip yang sama, jika dia berteman dengan laki-laki dia akan menjadi orang yang kurang ajar, akhirnya kuputuskan duduk sebangku dengan dia, dan tiba saat ujian, saat ujian aku belajar dengan giat, tapi sayang aku tidak mendapat juara kelas saat itu, tapi aku memperoleh peringkat 5 dan teman sebangku ku peringkat enam, walaupun tak dapat juara aku tetap percaya diri suatu saat aku pasti bisa mendapatkan posisi nomor 1 itu.
Aku mulai menduduki semester 2 di kelas 1, saat semester 2 aku masih duduk dengan teman sebangku yang cowok tadi, tapi sayang karena peringkat aku lebih baik darinya dia mulai memasang taktik, ketika ulangan harian dia tidak mau membagi dengan ku, tapi saat dia minta kepadaku aku mau saja, karena aku berpikir teman itu segalanya saat itu. Dan tiba saat  ujian semester 2 aku tidak canggung untuk berbagi jawaban dengan dia, tapi dia tidak seperti itu, walaupun dia seperti itu aku masih percaya kepada kemampuanku, ternyata pada saat penerimaan rapor tiba, peringkat yang kuperoleh awalnya peringkat 5 berubah jadi peringkat 6 dan dia yang awalnya peringkat 6 menjadi peringkat lima, aku kecewa sangat kecewa dengan hasil ujianku, hingga aku tidak berani memberitahu orang tua mengenai nilai raport dan peringkat yang aku peroleh saat itu,
Saat kenaikan kelas, aku di acak, sehingga ada dari beberapa orang temanku yang berpisah kelas denganku, aku punya teman-teman baru di kelas, aku memutuskan untuk selalu duduk di depan saat itu, dan saat itu aku di kelas XI Akuntansi 2, aku duduk dengan teman perempuan, dan di kelas dua kau mulai aktif di kelas aku menjadi sekretaris di kelas, dan sekretaris di OSIS, dan saat itu temanku mulai menjauhi aku, kenapa aku yang biasa saja bisa menjadi OSIS, padahal aku menjadi sekretaris OSIS bukan kemauanku yang kuat, tapi karena aku dicalonkan oleh senior yang saat itu juga masih menjabat jadi OSIS, aku juga tidak menyangka bisa menjadi sekretaris OSIS, karena aku orang yang biasa saja, aku juga tidak melakukan promosi saat diberikan waktu untuk promosi, bahkan menyampaikan Visi dan Misi aku mendapat hinaan dari senior saat itu, dia tak terima jika aku juga mencalonkan jadi OSIS, tapi tak ada masalah saat itu, karena saat itu ada ayah yang selalu menanyakan sekolah ku, dari sekian banyak orang terdekat ku, tak ada yang menyamakan ayahku, ayahku sangat pro terhadap pendidikan, salah satu motivasiku untuk sekolah adalah ayah, aku berjanji saat itu aku takkan keluar dari SMK kalau tidak membawa ijazah.
Di kelas 2 semester 1, ayahku sakit selama 3 bulan, dan ayahku tidak bisa berjalan, badan kurus, makan bubur pun tak bisa, saat dilakukan scan dari penyakit ayahku, dokter tidak menemukan penyakit ayahku, bagaimana bisa itu terjadi jika ayah aku tidak menderita sakit apa-apa mengapa ayah begitu menderita, aku hanya bisa berdoa, keluargaku juga tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan biaya, saat itu yang terpikir oleh ku, kalau ayah tak sembuh, siapa yang akan menyekolahkanku nantinya. Tapi, kata-kata itu cepat hilang dari pemikiranku, selalu berpikir positif, yang terpenting itu aku harus selalu berpikir positif.
Saat ayah menderita sakit keras, aku juga pernah merasakan sakit, di mana aku tidak mampu berjalan, karena sakit yang ku derita pada persendian tulangku. Pada akhirnya aku bisa lewati itu, saat itu aku sempat putus asa, dan aku berpikiran negatif bagaimana jika aku mengalami sakit seperti ini sangat lama, bagaimana aku bisa sekolah? Tapi alhamdulillah sepuluh hari aku sakit, akhirnya aku sembuh. Mulai beraktifitas seperti biasanya.
Lain halnya dengan ayahku, ayahku akhirnya dirawat di rumah sakit,ayahku dirawat di rumah sakit selama tiga hari, dan pada akhirnya ayahku di obati di kampung juga, akhirnya setelah tiga bulan sakit yang dokter tidak tahu jenis dari penyakit ayahku, akhirnya ayahku sembuh total, seperti orang sehat yang tidak pernah sakit, waktu hari minggu siang saat itu aku berbicara kepada ayahku sebelum berangkat ke kos, ayahku pesan, Siti kalau bisa jadi juara 1, Siti jangan sampai cemoohkan orang, Siti kalau bisa lanjut ke perguruan tinggi.
Selesai bercerita, aku berangkat ke kos, seperti biasanya aku berjalan ke simpang rumahku, kira-kira 2 km dari rumah, dari simpang rumah aku naik ojek ke pasar, dari pasar baru bisa naik angkot, seminggu telah berlalu sehabis bercerita itu, hari minggu aku sengaja gak pulang kampung, karena hari selasa tanggal merah, jadi aku putuskan untuk pulang hari senin, pada hari senin, sepulang dari sekolah aku duduk di luar kos karena kelelahan sepulang sekolah, dan aku duduk itu menunggu waktu pulang kampung juga, beberapa menit duduk, telepon genggam anak ibu kos bordering, ternyata dari kakak teman aku, awalnya dia menanyakan adiknya, dan rupanya adiknya belum pulang sekolah, terus dia menanyakan aku, aku berusaha bicara, dan setelah bicara dia mengatakan bahwa ayah Siti meninggal jam 10 pagi tadi, tanpa tahu apa yang harus kukerjakan air mataku menetes, dan hampir saja HP itu jatuh ke lantai, tapi ibu kos cepat mengambilnya, tubuhku lemah. Rasa tidak percaya, karena minggu kemarin itu ayah sudah sembuh total, dan aku masih cerita dengan ayah sebelum berangkat sekolah minggu kemarin itu.
Saat itu, aku gak tahu apa yang mau dilakukan, aku terduduk dilantai sambil menangis, kemudian ibu kos tidak membiarkanku pulang sendirian, aku diantarkan pulang ke rumah, sesampai di rumah orang sudah ramai dan mereka semua mengatakan aku harus bersabar, aku lihat ibu dan nenekku sudah menangis, mereka peluk aku. Aku pun tidak kuasa menahan tangisku, aku pandangi wajah ayah saat itu, aku lihat ada berkas luka di kening ayahku, ternyata ayahku jatuh, itu karena ayah memaksakan untuk bekerja, padahal sudah dilarang oleh kakakku.
Pada saat itu aku baru diangkat jadi OSIS, aku benar-benar tidak percaya, baru kemarin aku minta do’a kepada ayahku, agar aku bisa menjadi OSIS, dan OSIS yang amanah. Rasa tidak percaya kemarin masih bercerita, tapi saat ini telah melihat ayahku terbaring dan tak bisa berbuat apa-apa. Aku berusaha tegar aku beritahu kepada kakakku yang di kota, keluarga ayah, dan adikku yang tinggal di Pekanbaru, orang terus berdatangan aku lihat wajah ibuku sudah tak berdaya, adikku yang masih kecil 3 orang, mungkin mereka belum begitu bisa merasakan kehilangan saat itu, tapi yang pasti saat itu mereka tidak melihat ayahku, mereka hanya melihat dari kejauhan, aku tidak tahu entah kenapa mereka seperti itu, mereka memang tidak menangis tapi mata mereka selalu berkaca-kaca dengan berlinangan air mata, banyak dari orang yang tak sanggup melihat sikap adik aku saat itu, tidak jarang mereka juga ikut menangis.
Setelah aku memberi kabar, kepada sanak kerabat yang di kota aku mendapat balasan, kalau ayahku dimakamkan esok hari, aku harus menunggu mereka pulang, aku terus baca Al-Qur’an hingga pagi hari, aku tidak kuasa melihat ibuku terus menangis di malam hari. Aku terus memberikan semangat kepada ibuku, aku masih bisa berlagak dewasa, padahal aku benar-benar rapuh. Setelah semalaman aku menunggu mereka, akhirnya pada jam 7 pagi keluargaku dari pihak ayah pun datang. Mereka membawa adikku yang tinggal dengan mereka pulang, adikku juga tidak kuasa menahan tangisnya, keluarga ayah sudah datang, tapi kakakku yang dari kota juga belum tiba, mereka sampai di rumah jam 10 pagi, padahal sudah semalaman ditunggu, kakakku pun tak sanggup menahan tangisnya, aku kasihan dengan jasad ayah, mereka terus menangis, dan saat itu aku bicara, kenapa kalian menangis? Ke mana saja kalian selama ini? Dan aku meminta orang-orang untuk memandikan jasad ayahku saat itu. Saat itu aku rasanya menjadi wanita yang benar-benar dewasa, aku bahkan sangat kuat rasanya, aku sanggup memandikan jasad ayahku tanpa menangis, selesai memandikan ayah, aku mengambil wudhu, aku ikut menshalatkan ayah.
Tiba saatnya, ayah dimakamkan, ayahku dimakamkan tidak jauh dari rumah, awalnya aku sangat kuat, saat ayahku dimasukkan , aku sudah gak sanggup berdiri, aku hampir jatuh aku masih ingat kata-kata ayahku, kenapa saat itu ayah tidak melihat memakai baju prakerin? Padahal aku sudah mengusahakan keinginan ayahku yaitu memintaku prakerin di Bank saat itu, sifat kekanak-kanakan aku muncul, aku menangis dan berkata seperti itu. Selesai pemakaman ayahku, aku pulang ke rumah, aku lihat adikku menangis, adik laki-laki ku saat itu tidak mau mendekat ke rumah dia terus menangis, akhirnya ku berusaha untuk membiarkannya melepaskan kesedihannya.
Selesai semuanya, orang-orang pulang ke rumah masing-masing, tinggal aku dan keluargaku, dan tetangga dekat yang tinggal lagi, di sini sudah mulai konflik keluargaku, selama 7 hari akan menjelang syukuran tujuh hari ayahku, tak ada kedamaian sedikit pun di rumahku, keluargaku mulai terpecah belah. Jujur waktu itu dan saat ini aku merasa jauh rasanya dari keluarga yang penuh cinta, keluarga yang harmonis.
Selesai acara 7 hari ayahku, kakakku berangkat lagi ke kota, tinggal aku, ibu, 3 adikku, dan nenekku, mulai berpikir bagaimana aku bisa sekolah lagi, saat itu aku sempat putus asa, tapi semangat itu mulai tumbuh saat aku ingat pesan ayahku. Aku berangkat sekolah, dan beraktifitas seperti biasanya, tapi seiring berjalan waktu ibuku mulai berubah, ibuku berubah menjadi perempuan yang seolah-olah muda kembali, dan kakakku sibuk dengan kegiatannya, dia mulai tidak mengacuhkan keluargaku.
Rasanya memang gak kuat menghadapi keadaan keluarga yang berantakan seperti keluarga broken home, entah apa yang membuatku sangat kuat, dan aku jalani hariku di sekolah seperti biasanya, aku melanjutkan sekolahku sampai di mana aku dapat menepati janjiku kepada diri sendiri, takkan keluar dari sekolah SMK itu sebelum bawa ijazah, dari Jum’at sampai hari Selasa, aku tak punya uang seribu pun, padahal hari Senin, dan Selasa sudah mulai mengikuti ujian nasional, dua hari itu aku lewati tanpa makan nasi, padahal saat itu aku perlu gizi yang cukup, aku menangis kenapa mereka tak ada yang mau tahu keadaan ku, dan aku sempat putus asa, aku takkan melanjutkan ujianku yang tinggal satu hari, tapi temanku menguatkanku, jangan menyerah, jangan hanya dengan satu hari perjuangan 1 tahun aku sia-sia.
Pada sore harinya aku mendapat uang kiriman belanja dari kakakku, aku melanjutkan ujianku pada hari ketiga, dan aku menjalani dengan sangat baik, dan ternyata selang waktu untuk perpisahan hanya 2 hari, aku pulang kampung untuk persiapan perpisahan.
Tiba saat hari perpisahan, orang-orang bergaya dengan penampilan yang bagus-bagus, tapi aku seadanya, selesai perpisahan rasa senang dan bangga menyelimuti hatiku, dari sekian banyak kakakku, aku bisa melanjutkan ke SMK sampai tamat, padahal mereka tak sempat untuk menamatkan  sekolah mereka. Rasa bangga diriku tak menjadikan aku sombong, tapi itu kujadikan pelajaran untuk adik-adikku, bahwa kekurangan itu tak selamanya menghalangi kita untuk sukses.
Selesai ujian, aku ke tempat saudara ibuku, aku ditawarkan untuk married aku saat itu tidak mau, aku sekolah bukan buat cari suami tapi menuntut ilmu, menjadi orang yang berguna. Dan aku bilang bahwa aku kuliah, mereka lansung mengatakan lansung jangan terlalu tinggi mimpinya karena kuliah itu bukan sedikit biayanya, tapi aku hanya jawab dengan kata “ dimana ada kemauan disana ada jalan” sambil tersenyum.
Perjuangan ku untuk dapat mendaftar kuliah itu tidak mudah, mereka malah menawarkan suami kepadaku, aku mendaftar kuliah dalam hujan lebat, petir-petir, hampir tertimpa terapo listrik yang meledak, saat itu hari terakhir mendaftar kuliah. ternyata untuk medaftar tidak bisa memakai photo hitam putih, tapi photo warna. Guruku disekolah terlanjur mengatakan bahwa pakai photo hitam putih biasa, terkhir pendaftaran jam 12 malam, hari sudah jam 8, photo warna aku juga tidak ada, akhirnya aku minta tolong kepada seorang temanku, aku pergi ketempat cuci photo, aku memotong photo bersama prakerin, aku masukkan ke cd, dan lansung ketempat bapak itu mendaftarkan, akhirnya bisa.
Tidak berhenti disini saja, waktu pengumuman lulus kuliah ini bertepatan dengan pengumuman kelulusan, aku datang kesekolah dan mengatakan kepada bapak itu, bahwa pengumuman kelulusan SNMPTN itu jam 5 aku masuknya mengambil Bidikmisi, tiba saat pembagian amplop kartu ucapan selamat, alahamdulillah kelas XII Akuntansi 2 lulus semuanya, aku masih belum tenang karena masih ada yang ditunggu, aku pulang kekos teman-temanku sudah mulai mencat baju mereka dengan cat semprot, tapi aku gak bisa ikut mereka, soalnya masih ada yang belum aku tahu dari hasil perjuanganku, aku juga berpikir untuk tidak mencoret baju, aku akan berikan kepada orang yang butuh.
Tepat jam 6 aku masih berdiri didepan pintu kos, teman-temanku sudah mulai pergi kepantai dan ketempat wisata merayakan kelulusannya, aku mendapat telepon dari guruku, dan mengatakan aku lulus SNMPTN Bidikmisi, dengan jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Bukan main senangnya keberuntungan berpihak kepadaku, aku melompat dikos sendirian, ibu kos datang dan lansung memelukku, dan menggratiskan pulsa buatku.
Aku telepon ibuku, aku katakana aku lulus kuliah, besoknya aku pulang kampong tapi sesampai dirumah apa yang dikatakan ibuku ditelepon tidak sesuai dengan kenyataannya, ibuku tidak mendukung kuliah ku, akhirnya aku kembali kesekolah dan mengatakan bahwa aku tak mengambil kesempatan itu, ternyata dampaknya juga ada kesekolah kalau aku tak mengambil kesempatan itu. Aku mulai bingung, dan guruku memberikan solusi agar aku membuat surat permohonan beasiswa ke BAZ Agam, ternyata ada jalannku disana, aku di berikan dana untuk awal kuliah, aku pergi kepadang aku mencari kos, dan melakukan pendaftaran ulang. Akhirnya aku bisa melakukannya, untuk menjadi mahasiswa aku harus melewati masa PKKMB, aku lewati semua prosedurnya. Sehingga aku resmi jadi mahasiswa UNP dengan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan dan Fakultas Ilmu Pendidikan.
Beberapa bulan saja kuliah aku mulai kualahan, dan untuk menunjang kehidupanku selama kuliah, aku melakukan berbagai macam kegiatan, dan usaha, aku juga bekerja sampingan, walaupun aku bekerja, aku juga mengikuti Organisasi. Keadaan keluargaku juga belum membaik, malahan tambah parah, kakakku sibuk dengan kehidupannya, semuanya jadi terpecah belah, aku tidak menjadikan ini penghalang, ini bukan ujian buatku. Inilah kenyataan kehidupanku, 4,5 tahun menghadapi ibu yang kembali ke masa remaja, aku hadapi ibu ku dengan usaha dan doa diiringi dengan air mata. Karena pada hakikatnya aku juga ingin diperhatikan seperti mereka yang lainnya, yang setiap kali keluar nilai ditanya, aku menunggu itu 5 tahun ini untuk mendengar itu dari keluargaku selain ayah yang selama ini memperhatikan masalah pendidikanku, tapi sampai saat ini hal itu tak pernah terjadi, setiap aku dalam kesempitan aku membutuhkan mereka, mereka mengatakan tunggu, dan sabar, ok, mulai tanggal 18 januari 2016 aku akan benar-benar bersabar, bahkan meskipun mereka takkan menanyakan dan memintaku untuk bersabar, aku akan tetap sabar dalam diamku. Aku takkan meminta mereka untuk memperhatikanku meskipun ini sulit akan aku jalani. Karena apapun itu kini takkan berpengaruh apa-apa terhadap hidupku, apapun kata-kata kalian takkan menggoyahkan cita-citaku, karena aku takkan pernah terima jika manusia lain merendahkan manusia lainnya, karena dimata Allah derajat kita sama. Kalian tahu? Dewasanya seseorang bukan karena umurnya tua, tapi karena pikiran merekalah yang membuat mereka dewasa, tapi jika kalian berpikiran buruk tentang ku dan keluargaku, jangan mengatakan aku yang tidak dewasa, tapi itu batas dewasa kalian. Kalian (keluargaku) jangan hanya bilang bersabar dengan keadaan ini, suatu saat roda itu akan berputar. Percuma kalian mengatakan seperti itu jika kalian tak ada usaha. Karena ketika kalian bicara seperti itu, dan kalian tidak berusaha, sama halnya kalian dibiarkan untuk tetap diinjak oleh mereka yang merasa sedikit kaya.





Finish Read? Let's Say:


Thank's for visit us:

Leave a Reply

Kami merasa senang jika Anda bersedia meluangkan sedikit waktunya untuk memberikan tanggapan Anda agar Mas Nirwana Blog menjadi lebih baik lagi.

Terima Kasih Atas Kunjungannya

Salam Kreatif....!!!!

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

- Copyright © Mas Nirwana Blog - Robotic Notes - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -