Posted by : Agus Nirwana Sabtu, 28 Januari 2012



BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Upaya kongkrit dalam meningkatkan mutu pendidikan telah menjadi fokus pemerintah, perbaikan kurikulum, pemerataan tenaga pendidik, pelatihan dan keterampilan, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan adalah langkah yang telah dilakukan. Sejalan dengan itu, diikuti dengan lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peran utama masyarakat sebagai stake holder pendidikan tidak dapat mendukung berbagai program yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Masyarakat lebih mempertanyakan dan menuntut pemerintah untuk memenuhi segala kebutuhan dunia pendidikan. Sementara peran serta elemen masyarakat dalam menjalankan berbagai program dirasa sangat kurang.

Sejalan dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 2002 tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah membuka peluang bagi masyarakat menjadi pelaku dalam bidang pendidikan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang pada masyarakat. Menurut Hudoyo (1999: 5) pola pendidikan diserahkan pada sekolah itu sendiri, karena : 1) sekolah lebih mengetahui potensi dan pola pengembangan potensi dalam sekolah tersebut, 2) pengembangan potensi sumber daya sekolah dapat sentuhan lebih dalam, perhatian yang diberikan ke sekolah secara lebih intensif.

Guru mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan pendidikan, interaksi antara guru dan anak didik menuju peserta didik yang lebih kompeten adalah tuntutan utama. Selama ini menurut Sidi (2003: 49) pendidik hanya mengeluhkan tentang : 1) hanya memiliki target maksimal dalam upaya pengajaran, yaitu siswa dapat mengerjakan soal saat ujian. 2) pendidik tidak suka beralih dalam melakukan pengajaran dari sistem yang pernah diterapkannya. 3) pendidik sering mengeluh tentang kurangnya buku-buku teks dalam upaya menambah referensi dalam melakukan pengajaran. 4) pendidik tidak merefleksikan kekurangan pengalaman mengajar yang pernah mereka lakukan dan kekurangan itu diketahuinnya. 5) kecenderungan pendidik dalam melakukan pengajaran “hanya” memindahkan informasi dan ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya dari buku-buku teks saja. Sejalan dengan perubahan paradigma pendidikan, kurikulum 1994, kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kelemahan selama ini dalam pembelajaran adalah penyampaian materi oleh pendidik dalam kelas hanya bersifat satu arah (metode ceramah). Hamalik (2003: 201) berpendapat bahwa dalam rangka meningkatkan hasil belajar, usaha yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah mengoptimalkan potensi siswa. Di mana metode belajar harus dititik beratkan pada kegiatan siswa pada proses pembelajaran. Zamroni (2003: 64) memberikan sebuah gagasan untuk menerapkan metode belajar dengan “cooperative collaboration”. Model ini memiliki aktivitas siswa berkelompok tanpa memperhatikan ras, agama, dan latar belakang ekonomi. Kegiatan siswa diserahkan oleh pendidik untuk mencapai tujuan bersama (pembelajaran) yang merupakan konsensus di antara mereka. Disamping tujuan bersama yang akan dicapai bersamaan dan kerja sama dalam proses pembelajaran, hal ini dapat diarahkan untuk mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa.

Pada proses pembelajaran cooperative collaboration, pendidik tidak hanya memberikan tugas-tugas secara individu, tetapi tugas secara kelompok. Sistem penilaian yang dapat diterapkan bukan hanya berdasarkan kemampuan individu, tetapi juga akan dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Penerapan metode ini sejalan dengan empat visi UNESCO yaitu : 1) learning to think, 2) learning to do, 3) learning to live together, 4) learning to be (Sidi, 2003: 26).

Sedangkan dalam kenyataan di SMA Pembangunan Padang masih banyak siswa yang tidak aktif dalam diskusi, siswa yang jarang sekali mengemukakan pendapat/argumen, mengajukan pertanyaan, apalagi mengajukan saran. Padahal aktivitas siswa dalam diskusi seperti halnya mengemukakan pendapat dan argumen, bertanya atau pun memberi saran sangat diperlukan tidak hanya untuk mencari nilai tetapi dengan keaktifan tersebut siswa dapat membagi pengetahuan dan wawasan sehingga informasi menjadi merata. Apalagi dalam pembelajaan sosiologi yang cakupannya bukan hanya individu dan kelompok, tetapi juga masyarakat. Untuk mempelajarinya tidak hanya bisa dari buku teks saja tetapi juga harus melihat kenyataan yang terjadi di luar kelas. Oleh karena itu diperlukan aktivitas siswa untuk membagi semua pengetahuan, wawasan dan materi yang ia pelajari.

Menyikapi permasalahan tersebut maka perlu penerapan metode baru sebagai upaya dalam memecahkan masalah. Metode pengajaran cooperative collaboration merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang ada. Metode ini dipakai oleh pengajar untuk menjadikan siswa lebih aktif dan mampu menarik (menyimpulkan) keputusan sendiri dari proses pembelajaran. Pada mata pelajaran sosiologi banyak hal yang harus diketahui oleh siswa. Untuk menerapkan metode ini, seorang pengajar harus dapat merangsang pemikiran siswa untuk berdiskusi dan menarik keputusan sendiri dengan mengoptimalkan semua alat indra, seperti mata, telinga, pikiran dalam mengerjakan sesuatu. Silberman dalam Zaini Dkk (2002: 112), berpendapat bahwa belajar lebih bermakna dan bermanfaat bila siswa menggunakan semua alat indra untuk mengelola informasi dan ditambah mengerjakan ssesuatu. Dari uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang ” Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Dengan Menerapkan Metode Belajar Cooperative Collaboration”.

B.    Identifikasi Masalah
Bertitik tolak pada latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1.    Pola pembelajaran yang selama ini diterapkan belum dapat mengaktifkan siswa dalam upaya pembelajaran dan penyerapan materi pembelajaran.
2.    Interaksi antara siswa dengan siswa dan interaksi siswa dengan guru sangat minim sekali hal ini dapat menyebabkan pembelajaran di kelas menjadi monoton.

C.    Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pemecahan masalah serta untuk lebih memfokusnya pembahasan, peneliti membatasi pada poin kedua yaitu interaksi siswa dengan siswa dan interaksi siswa dengan guru yang sangat minim sekali dan menyebabkan suasana pembelajaran menjadi monoton.

D.    Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang penulis angkat, yaitu “Apakah terdapat peningkatan motivasi belajar siswa dengan menggunakan metode belajar cooperative collaboration pada mata pelajaran sosiologi kelas XI di SMA PEMBANGUNAN UNP PADANG?”.

E.    Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu guru dapat meningkatan motivasi belajar siswa dengan menggunakan metode belajar cooperative collaboration.

F.    Manfaat Penelitian
1.    Sebagai sumbangan wacana baru dalam mencari alternatif metode pembelajaran yang lebih dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
2.    Sebagai bahan pertimbangan bagi pengajar dalam penyampaian materi yang dapat merangsang siswa lebih aktif dalam pembelajaran sosiologi.
3.    Sebagai bekal bagi penulis jika turun ke lapangan pendidikan nantinya.

Untuk melihat BAB II silahkan Klik disini

NB: Ini hanyalah sebuah contoh belaka, penelitian yang sebenarnya belum dilakukan begitu juga dengan data yang ada hanyalah karangan penulis. Harap maklum. Terima kasih.

Leave a Reply

Kami merasa senang jika Anda bersedia meluangkan sedikit waktunya untuk memberikan tanggapan Anda agar Mas Nirwana Blog menjadi lebih baik lagi.

Terima Kasih Atas Kunjungannya

Salam Kreatif....!!!!

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

- Copyright © Mas Nirwana Blog - Robotic Notes - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -