Posted by :
Agus Nirwana
Selasa, 21 Februari 2012
Penaklukan kota Mekkah yang disusul dengan ekspedisi militer di lembah Hunain, menurut saya adalah puncak keunggulan rasulullah saw., sebagai panglima perang. Dari jumlah personel tentara, kedua perang ini kalah dengan personel dalam perang tabuk yang melibatkan sekitar 30 ribu tentara, sementara Rasulullah “hanya” membawa 10 ribu tentara untuk menaklukkan Mekkah, dan 15 hari berikutnya, dalam perang Hunain, beliau memimpin 12 ribu tentara.
Ilustrasi dari Inet |
Tidak sampai sebulan berselang, Rasulullah kembali memobilisasi para sahabat untuk bergerak ke lembah Hunain. Ekspedisi ini dilakukan untuk menghadapi provokasi militer Malik bin Auf, pemimpin kabilah Hawazin dan Tsaqif yang menghimpun tentara dalam jumlah besar dan secara konyol membawa semua harta, istri dan anak-anak mereka. Tentara penakluk Mekkah ini segera menyambut seruan pemimpinnya. Mereka berhimpun dan bergerak dalam barisan yang kuat. Karena kekuatannya, kebanggaan merasuk dalam sebagian individu tentara. Mereka merasa kemenangan pasti mudah diraih mengingat kejayaan penaklukan Mekkah. Konon bahkan Abu Bakar, sahabat mulia itu sampai berkata, “Mulai hari ini kita tidak akan terkalahkan lagi karena jumlah yang sedikit.” Inilah yang disorot dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 25-26: “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
Memang kuasa Allah yang berlaku. Kaum muslimin mengawali peperangan dengan kekalahan hebat dibawah hujan anak panah musuh dan dibawah selimut keremangan dini hari. Mereka lari tunggang langgang. Inilah hebatnya. Rasulullah tetap tegar. beliau yang menjadi target utama pembunuhan dalam semua peperangan melawan tentara pagan, dengan tabah tetap berdiri ditempat menyongsong musuh. Dari atas baghalnya, beliau menyeru kepada sahabat-sahabatnya agar berhimpun kembali, “Aku nabi, tidak berdusta. Aku putra Abdul Muthalib.” Beliau juga menyuruh Abbas, pamanda beliau untuk mengumandangkan panggilan, “Hai kaum Anshar…! Hai orang-orang yang telah berbai’at di Hudaibiyyah…!”
Melihat keteguhan rasulullah, akhirnya sedikit demi sedikit para sahabat berhimpun disekeliling beliau dan atas izin Allah roda peperangan segera berputar. Pemenang segera menjadi pecundang. Pasukan Islam mulai membalikkan keadaan dan mampu memukul mundur tentara Malik bin Auf. Mereka kalah total dengan meninggalkan rampasan perang yang luar biasa banyak. Tercatat 24 ribu ekor unta, lebih dari 4 ribu ekor kambing, 4 ribu tail perak dan emas, serta ribuan tawanan perang.
Setelah perang usai, rasulullah membagi-bagi rampasan perang ini kepada tentaranya, setelah membebaskan para tawanan perang. Beliau menempuh kebijakan yang “janggal”. Kepada penduduk Mekkah yang baru masuk Islam, beliau sangatlah royal. Abu Sofyan, mantan gembong kaum kafir Quraisy, pemimpin tentara pagan yang memerangi Islam pada perang Uhud dan Khandaq, mendapat 100 ekor unnta dan 40 tail perak. Begitu juga Mu’awiyah putranya. Para pemimpin kabilah pun mengambil apa saja yang dapat mereka ambil. Tetapi beliau tidak membagikan apapun kepada kaum Anshar, sahabat-sahabat terkemuka dan terdahulu beliau dari Madinah.
Segeralah kasak-kusuk menyebar dikalangan Anshar. Mereka bingung. Ketika perang, merekalah yang diseru dan dipanggil oleh Rasulullah. Tetapi seusai perang, justru kaum yang melarikan diri dari medan laga yang mendapat bagian. Sebagian mereka berkata, “semoga Allah mengampuni rasulNya. Beliau memberi kepada Quraisy dan meninggalkan kita, padahal pedang-pedang kita belumlah kering dari darah mereka.” Sebagian yang lain menggerutu, “Demi Allah sekarang beliau telah bertemu dengan kaum dan keluarganya sendiri.” Sa’ad bin Ubadah, pemimpin Anshar bersegera menyampaikan keluhan dan kekecewaan anak buahnya kepada Rasulullah. Mendengar ini, maka beliau meminta semua kaum Anshar berkumpul disuatu lembah. Hanya Anshar, dan bukan yang lain. Umar bin Khatab yang ingin ikut dalam pertemuan ini, ditolak. Terjadilah khutbah dan dialog ini.
Rasulullah memulai khutbah beliau dengan memuji Allah. Kemudian beliau bertanya kepada kaum Anshar, “Wahai kaum Anshar, bukankah ketika aku datang, kalian masih dalam keadaan sesat, kemudian Allah memberikan hidayah kepada kalian dengan perantaraanku? Bukankah ketika itu kalian masih saling bermusuhan, kemudian Allah mempersatukan kalian dengan perantaraanku? Bukankah ketika itu kalian hidup menderita dan kekurangan, kemudian Allah membuat kalian kecukupan dengan perantaraanku?”
Setiap kali rasulullah bertanya, kaum Anshar menjawab, “Benar, Allah dan rasulNya lebih pemurah dan lebih utama.” Mendengar jawaban ini, Rasulullah menyanggah, “Wahai kaum Anshar, mengapa kalian tidak menjawab?” “apa yang harus kami katakan wahai Rasulullah? Dan bagaimana kami harus menjawab? Sesungguhnya kemulian adalah milik Allah dan rasulNya.” Tukas mereka.
Nabi SAW., melanjutkan, “Demi Allah jika kalian mau, kalian bisa menjawab yang sebenarnya, Anda datang kepada kami sebagai orang yang didustakan, kemudian kami benarkan Anda. Anda datang kepada kami sebagai orang yang dihinakan, kemudian kami bela dan muliakan Anda. Anda datang kepada kami sebagai orang yang menderita, kemudian kami santuni anda.” Mendengar ini, semua kaum Anshar menyahut histeris, “Kemuliaan itu bagi Allah dan rasulNya.”
Rasulullah meneruskan, “wahai kaum Anshar, apakah kalian jengkel karena tidak menerima sejumput sampah keduniaan yang tiada arti, yang dengan sampah itu aku hendak menjinakkan sebuah kaum yang baru saja masuk Islam, sedangkan kalian telah lama berislam? Wahai kaum Anshar, apakah kalian tidak puas melihat orang lain pulang sambil menuntun kambing dan onta, sedangkan kalian pulang dengan membawa Rasulullah? Demi Allah, apa yang kalian bawa pulang lebih baik daripada apa yang mereka bawa. Demi Allah yang nyawa Muhammad berada ditanganNya, kalau bukan karena hijrah, niscaya aku termasuk golongan Anshar. Andai suatu kaum berjalan di sebuah lereng gunung dan kaum Anshar berjalan di lereng yang lain, niscaya aku akan berjalan di lereng yang ditempuh kaum Anshar.” Beliau lalu menutup khutbah dengan memohon kepada Allah, “Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepada kaum Anshar, kepada anak-anak kaum Anshar, dan kepada para cucu kaum Anshar.”
Mendengar ini, tidak ada seorangpun dari kaum Anshar yang berdiri melainkan jenggotnya basah karena menangis. Serempak mereka menjawab, “kami rela mendapatkan Allah dan rasulNya sebagai bagian bagian kami.”
Apakah bisa kita menyangkal kebesaran rasulullah? Sungguh benar Allah ketika berfirman dalam surat al-Ahzab: 21, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Selamat merayakan Maulid Nabi Muhammad bagi yang merayakannya. Semoga Allah semakin membuat kita mencintai Allah dan rasulNya, dan menjauhkan kita dari maksiat. Allahumma amin.
Sumber: ***
Anda sedang membaca artikel tentang TELADAN dan anda bisa menemukan artikel
TELADAN ini dengan url https://masnir.blogspot.com/2012/02/teladan_21.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel
TELADAN ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda, namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih
Related Posts :
- Back to Home »
- Berita , Islamic , Motivasi , Pendidikan »
- TELADAN